Jumat, 07 Oktober 2011

POLITIK TURKI

  • Politik Turki
Terpilihnya Abdullah Gul sebagai presiden baru Turki akhirnya berhasil meredam krisis politik di negara ini yang sempat bergejolak selama empat bulan. Abdullah Gul sukses terpilih sebagai Presiden Turki yang kesebelas setelah melewati tiga tahap pungutan suara, dengan meraup suara mayoritas sebanyak 339 suara anggota parlemen. Berdasarkan konstitusi, presiden dipilih oleh parlemen maksimal dalam empat putaran pungutan suara. Pada tahap awal dan kedua, perolehan dua per tiga suara anggota parlemen merupakan syarat lazim yang harus dipenuhi. Namun dalam tahap ketiga dan keempat, syarat yang dipatok cukup setengah plus satu dari keseluruhan suara sebanyak 550, yaitu sebanyak 267 suara.
Pada bulan Mei sebelumnya, Abdullah Gul sebagai calon presiden dari partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) gagal meraih kursi kepresidenan lantaran upaya penggembosan yang dilakukan kalangan sekuler dan campur tangan kubu militer dalam proses pemilihan presiden. Penafsiran mahkamah konstitusi Turki terhadap batas kuorum anggota parlemen yang hadir dalam putaran pertama pemungutan suara, akhirnya mengubah situasi yang ada. Sehingga berhasil membatalkan putaran pertama pemungutan suara kali itu. Karenanya, PM Turki, Receb Tayeb Erdogan terpaksa mereaksinya dengan menggelar pemilu parlemen dini.
Pemilu parlemen dini tersebut digelar pada tanggal 22 Juli lalu, dan kali ini diluar prediksi kalangan sekuler dan militer, partai Keadilan dan Pembangunan ternyata berhasil meraih hampir dari separuh suara keseluruhan. Kemenangan mutlak partai Keadilan dan Pembangunan sebagai parpol Turki berhaluan Islam ini semakin mengokohkan posisinya di kalangan rakyat Turki sekaligus sebagai unjuk kekuatan partai ini di kancah politik Turki. Dengan dukungan suara tersebut, para pemimpin partai Keadilan dan Pembangunan kembali memasang Abdullah Gul sebagai calon presiden baru. Hasil pemilu dini parlemen ini, terpaksa membuat kubu sekuler mengakhiri upaya penciptaan krisis politik yang digelarnya. Sementara itu, kehadiran dua partai sekuler, semacam partai Gerakan Nasional dan partai Demokrat Kiri serta partai rakyat demokratis Kurdi dan sejumlah politis independen dalam pemilihan presiden kali ini, mampu menggagalkan upaya boikut partai Republik Rakyat, pimpinan Deniz Baykal. Dalam pemilihan sebelumnya, partai ini pun merupakan salah satu aktor utama yang menciptakan krisis politik di Turki.
Dengan terpilihnya Abdullah Gul sebagai Presiden, tiga posisi utama kekuasaan Turki, yaitu presiden, perdana menteri, dan ketua parlemen berada di tangan partai Keadilan dan Pembangunan, dengan kata lain, kekuasaan di negara ini telah didominasi oleh kekuatan partai Keadilan dan Pembangunan yang notabene berhaluan Islam. Munculnya situasi semacan ini, sejak dulu telah menjadi bahan kekhawatiran kalangan sekuler dan militer Turki. Para pengamat politik menilai, bisa jadi dua kalangan tersebut akan berupaya menciptakan krisis politik baru, sebagai upaya untuk melemahkan posisi partai Keadilan dan Pembangunan. Apalagi, masyarakat Turki sekarang berharap begitu banyak terhadap partai ini.
Di sisi lain, upaya partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) untuk merevisi konstitusi Turki, bisa jadi justru kian membuat ketegangan antara partai AKP dengan puak-puak sekuler dan militer. Terlebih lagi, Erdogan dalam pengumuman program kerjanya, menegaskan dibuatnya konstitusi baru sebagai prioritas utama tugas pemerintahan barunya. Erdogan berharap, dengan bermodal dominasi AKP di kekuasaan, dirinya bisa meretas jalan yang lebih lebar untuk merevisi sejumlah undang-undang yang membatasi kebebasan personal dan sosial masyarakat Turki. Karena itu, AKP melihat bahwa pengubahan konstitusi1982 buatan militer merupakan sasaran tepat untuk menerapkan gebrakan politiknya.
Namun demikian, para analis politik beranggapan bahwa implementasi rencana tersebut bukanlah perkara yang mudah, dan kemungkinan besar akan memunculkan perpecahan di kalangan kelompok-kelompok politik Turki. Bahkan saat ini pun, kubu sekuler tengah berupaya memprovokasi kalangan militer untuk bersikap keras terhadap rencana AKP tersebut. Tapi, tampaknya Erdogan tak ingin melepas kesempatan yang ada, dan sudah bersiap-siap menghadapi reaksi keras para lawan-lawan politiknya.
Di kancah kebijakan luar negeri, salah satu prioritas utama pemerintahan Erdogan adalah mengupayakan proses integerasi Turki ke dalam Uni Eropa. Pada dasarnya, sebagian program reformasi yang dicanangkan Erdogan adalah usaha harmonisasi dengan Uni Eropa. Meski demikian, persoalan Cyprus tetap menjadi faktor penghambat utama kemajuan proses perundingan Turki dengan Uni Eropa dan bisa jadi di masa yang akan datang persoalan ini akan terus membayangi-bayangi proses integerasi Turki ke dalam persekutuan negara-negara Eropa ini.
Di lain pihak, apa yang menarik dari nasib hubungan Ankara-Washington saat ini adalah ketidakpedulian Turki terhadap kebijakan Pemerintahan Bush. Terlebih lagi, baik pemerintah maupun rakyat Turki melihat invasi AS ke Irak sebagai ancaman terhadap keamanan nasional negaranya. Sikap abai Washington atas permintaan bekali-kali Ankara yang menuntut ditumpasnya anasir gerakan separatis Kurdi PKK, tentu saja akan memberikan efek khusus terhadap pandangan makro Ankara mengenai hubungannya dengan Washington. Track record AKP selama empat setengah tahun terakhir mengindikasikan bahwa pemerintahan Erdogan tengah berupaya merealisasikan peran aktifnya di tingkat regional dan menyambut positif penguatan hubungan dengan negara-negara tetanggnya dan Timur Tengah, termasuk dengan Republik Islam Iran. Bahkan diprediksikan juga, volume kerjasama ekonomi antara Ankara dan Tehran akan semakin meningkat tajam.
Tentu saja upaya Turki untuk memperluas hubungan regionalnya, tak bisa dilepas begitu saja dari pengaruh situasi Irak terhadap kepentingan keamanan dan politis negara ini. Terus berlanjutnya gerakan separatis Kurdi PKK di utara Irak, dan persoalan pelik lainnya semacam di Karkuk, karuan saja membuat kekhawatiran ekstra bagi para petinggi Turki, sehingga perkembangan di wilayah Kurdistan Irak menjadi salah satu permasalahan utama politik luar negeri Turki.
Tegasnya, dengan kian stabilnya situasi politik di Turki dan semakin kokohnya dukungan rakyat terhadap pemerintahan baru, semakin meyakinkan Erdogan untuk lebih proaktif menerapkan kebijakan luar negerinya dan merealisasikan program-program reformasinya, termasuk upaya peningkatan kesejahteraan rakyat Turki di tingkat internal. Namun demikian, dominasi AKP di tampuk kekuasaan Turki, bukan berarti akan memupuskan segala bentuk aksi destruktif dan penciptaan krisis baru yang dilancarkan oleh kalangan sekuler dan militer terhadap program kerja pemerintahan baru.

(http://indonesian.irib.ir/index.php?option=com_content&task=view&id=149&Itemid=27 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar